Array

Alinka Hardianti, Pembalap, Panen Prestasi

Pengendara.com—Bakat balapan menurun dari ayahnya yang seorang pembalap. Sejak kecil Alinka sering diajak ke sirkuit menyaksikan ayahnya, Didi Hardianto—pembalap terkenal era 1980’an—berlaga balapan mobil. Lama-lama dia kepincut ikutan balap.

“Saya suka diajak Papi nonton balapan mobil pas weekend. Sering juga diajak ke bengkel. Karena keseringan jadi suka yang namanya dunia balapan,” ungkap Alinka yang kelahiran Jakarta, 21 Juni 1992.

Alinka (tengah) bersama TTI./Pengendara.com

Di usia kelas 3 SD waktu itu, Alinka sudah diajak latihan balap. Dia duduk di samping ayahnya di cockpit mobil balap. “Mendengar suara mesin mobil yang menderu, saya suka banget,” kata Alinka yang lulusan Manajemen Bisnis Universitas Pelita Harapan ini.

Ketika berusia kelas 6 SD Alinka belajar menyetir mobil manual di halaman Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat. “Sejak saat itu, saya mulai jatuh cinta dengan balapan,” kata dia.
Alinka lantas menyampaikan keinginannya menjadi pembalap kepada ayahnya. “Mulanya Papi engga setuju. Mungkin khawatir. Tapi akhirnya Papi memberi izin kepada saya menjadi pembalap,” katanya.

Pada 2005 Alinka mulai ikut kompetisi balap mobil. Pertama kali ikutan Slalom One Make Race di kelas pemula. Alinka menjadi juara pertama kejuaraan tersebut. Berturut-turut, di setiap kejuaraan kelas wanita slalom yang diikutinya, dia selalu naik podium, meraih juara.

Alinka Hardianti./Dok Pribadi/Pengendara.com

Berbekal pengalaman di sejumlah kompetisi, Alinka mengikuti Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Slalom. Sejak 2007, ikut Kejurnas Slalom dia selalu menjadi juara. Kariernya di dunia balap semakin meroket setelah bergabung dalam team balap Toyota Indonesia.

Balapan nge-drift, speed offroad, gymkhana, dan touring, semuanya digemari Alinka karena punya tantangan dan karakter tersendiri. “Slalom yang populer disebut Gymkhana, saya menggunakan mobil penggerak roda depan (front wheel drive), dan harus melewati rintangan-rintangan. Slalom butuh konsentrasi tinggi, dan teknik. Jadi, harus sering atau terbiasa latihan,” kata Alinka.

Sedangkan, pada drifting ada juri yang memberikan penilaian. Jadi bukan sekadar adu cepat untuk mencapai garis finish. Drifting itu seperti show, atau pertunjukan yang menghibur bagi kebanyakan penonton yang menyaksikannya.

Sementara, balapan touring berbeda dengan drifting dan slalom, karena ada pembalap lain yang berada di sirkuit, maka untuk finish harus bertarung dengan pembalap lainnya.
“Untuk Speed Offroad jauh berbeda dari ketiga balapan lainnya karena sirkuitnya bukan di aspal. Mobilnya juga model Jeep. Sirkuitnya di tanah, ada lintasan lurus, tikungan yang membutuhkan grip, sliding, dan jumping. Seru!” kata Alinka.

Alinka mengaku senang dan bangga bisa terjun di sejumlah cabang balap mobil dan berhasil meraih prestasi. Sampai sekarang, lebih dari 200 medali dan piala dikoleksinya dari ajang balapan. Prestasi terbaru, Alinka menjadi juara pertama di kelas pro Kejurnas Drift 2018 putaran 1 yang digelar di Sirkuit Skadron 21, Pondok Cabe, Tangerang Selatan pada awal Mei lalu.

Toyota Team Indonesia./Pengendara.com

Di kejuaraan balap level dunia, Alinka pernah mengikuti ajang Formula Drift Asia tahun 2011 dan 2012. Pada 2016, dia mengikuti balap internasional Japan’s Fuji Speedway dan menjadi satu-satunya pembalap wanita dari luar Jepang di kompetisi tersebut. Bersama Toyota Team Indonesia, Alinka sukses berperan menjadikan Indonesia sebagai juara umum di ajang slalom tingkat Asia pada ajang Asia Auto Gymkhana Competition (AAGC) 2017 yang diikuti para pe-slalom tangguh dari berbagai negara Asia.

Alinka tidak ingin hanya dikenal sebagai pembalap wanita. “Saya ingin dikenal sebagai pembalap wanita yang berprestasi,” katanya mantap. Oleh karena itu, dia selalu fokus dan serius. “Balapan yang paling sulit bagi saya adalah mengalahkan emosi,” ungkapnya. Jadi, kalau lagi balapan harus berkonsentrasi penuh. Tidak boleh diganggu oleh masalah-masalah lainnya yang dapat menghancurkan mood dan feeling di arena balap.

Latest Posts